Lonely Me and the Lonely Caring Goddess - Chapter 02

ReanS

  

Chapter 02 - Hari yang Sibuk

"Berdiri, membungkuk"

Aku berhasil melewati hari ini

Aku sudah bereda di sekolah ini selama tiga bulan, dan setiap hari aku pergi ke sekolah, aku merasa seperti pergi bekerja.

Adapun teman-teman ku berada di kampung halaman, meskipun aku tetap berhubungan dengan mereka.

Lalu dimana aku?

Aku telah meninggalkan kampung halaman ku dan sekaran aku tinggal sendirian.

Padahal, bibiku... adik ibuku tinggal di kota ini, tapi aku tidak menghubunginya kecuali aku punya alasan untuk itu.

Adapun alasan ku pergi, aku terlibat dalam situasi kekerasan di SMP setempat.

Namun, aku tidak berpikir aku melakukan kesalahan sama sekali.

Aku melakukannya sebagai pembalasan membuat teman masa kecil ku sedih.

Tapi setelah itu aku diasingkan di kelas.

Bukannya aku di-bully, semua orang hanya menghindariku... teman-temanku, bahkan teman masa keciku.

Itu sebabnya aku memutuskan untuk meninggalkan kampung halamanku dan memilih SMA di luar prefektur. (TLN: mungkin kaya diluar kota)

Tapi ada satu syarat, aku harus memilih kota tempat bibiku tinggal.

Aku entah bagaimana lulus ujian masuk dan mendaftar.

Dan degan demikian, inilah aku...

Ku pikir aku akan melakukannya dengan baik disini.

Karena tidak ada yang tahu tentang hari-hari SMP ku, ku pikir aku hanya akan memiliki kehidupan SMA yang normal.

Tapi karena nasib buruk...

Ada sekelompok orang bodoh di kelas yang otaknya masih di SMP

Dan terlebih lagi mereka harus berada di kelas yang sama denganku.

Sejujurnya, aku kecewa.

Dan kemudian, tepat ketika kebisingan yang dibuat oleh orang-orang bodoh, seluruh kelas bergabung dengan mereka secara berurutan seolah-olah mereka terjebak karena alasan yang tidak di ketahui.

Aku benci berurusan dengan mereka, dan aku tidak ingn diingatkan tentang masa-masa SMP ku ketika melihat mereka, jadi aku akhirnya tidak terlibat dengan salah satu dari mereka.

Saat itulah aku menemukan drirku yang menjadi terisolasi lagi.

Lalu suatu hari, aku menemukan surat di loker sepatu ku.

Tentu saja aku khawatir terjebak dalam lelucon, tapi ameski begitu, aku menuju atap yang disebutkan.

Hasilnya adalah... seperti yang kamu duga.

Sejak saat itu, tidak ada lagi yang terjadi padaku, dan intimidasinya berhenti.

...Yah, jika mereka memutuskan untuk meggertakku lebih jauh, aku juga tidak akan tinggal diam.

Hanya saja aku diabaikan dan ditinggalkan sendirian.

Aku meninggalkan kota tempat tinggalku dengan tujuan untuk melupakan masa lalu.. tetapi pada akhirnya tetap sama.

Apakah aku ditakdirkan untuk terisolasi?

Jika itu masalahnya, aku akan membawanya ke tingkat ekstrim dan mengisolasi diriku sendiri.

Jadi, aku telah memutuskan untuk tidak berurusan dengan siapa pun di sekolah.

Terus terang, aku tahu itu adalah upaya setengah hati...

Pasti suatu saat akan datang seseorang yang akan mengerti dan menerimaku... Itulah satu-satunya harapan yang tidak kuputuskan.

Saat itu sepulang sekolah dan aku menghampiri hamparan bunga.

Ketika aku pertama kali datang kesini, aku tidak bisa tidak memperhatikan betapa layunya mereka, jadi akau menyiramnya dengan air.

Kadang-kadang aku juga mencabut rumput liar... karena aku punya waktu.

Aku tidak pergi kesini setiap hari, tetapi aku datang setiap dua atau tiga hari sekali.

Sepertinya ada orang lain yang mengurusnya selain aku. Gulma telah dicabut baru-baru ini dan telah disingkirkan dengan rapi. (TLN: gulma = rumput liar)

Jadi, aku hanya menyiramnya hari ini menggunakan selang dengan bagian sprinkler terpasang.

Masalah sepulang sekolah hari ini tidak berakhir di situ.

Aku mengambil dompet dalam perjalanan pulang.

Tentu saja, aku membawanya ke kantor polisi.

Aku juga pernah mengalami kesulitan kehilangan dompetku sebelumnya.

Begitulah cara aku tahu betapa menyenangkannya mendapatkannya kembali.

Hal semacam ini, kamu mungkin tidak akan mengerti sampai kamu mengalaminya sendiri.

Ada apa dengan hari ini...

Di depan tangga kuil yang terkadang ku kunjungi, ada seorang wanita tua duduk di sana.

Aku melihatnya dengan jelas di depanku, dan aku merasa tidak nyaman hanya berjalan melewatinya.

Mungkin aku hanya berpikir berlebihan, tetapi sekarang setelah aku berhenti dan memperhatikannya, aku merasa orang-orang sekitar ku mengatakan kepadaku bahwa [kamu harus membantunya].

Pada akhirnya, aku tidak bisa hanya lewat dan memutuskan untuk memanggilnya.

"Nenek, apakah kamu baik-baik saja?"

"Ya, aku hanya beristirahat di sini sebentar karena aku punya barang bawaan."

Melihat barang bawaan di sampingnya, aku melihat tas belanja.

"Nenek tinggal dimana?"

"Itu adalah kuil di puncak tangga ini."

Jadi dia berasal dari kuil ini...

Jika itu masalahnya, aku tidak berpikir itu akan menjadi masalah besar untuk hanya membawakannya sampai kerumahnya.

"Aku akan membawa barang bawaan nenek. Apakah nenek baik-baik saja untuk berjalan sekarang?"

"Tidak, aku baik-baik saja. Aku akan baik-baik saja setelah istirahat sejenak."

Secara alami, aku mengerti bahwa dia merasa tidak enak.

"Aku pergi kesana untuk memberi penghormatan. Jadi tidak apa-apa, jangan khawatir tentang itu."

Bukan rencanaku untuk pergi ke sana hari ini, tapi aku sebenrnya telah mengunjungi kuil beberapa kali, jadi kurasa tidak apa-apa untuk ikut saja.

Nenek menunjukan sedikit tanda kekhawatiran.

"Kalau begitu, aku minta maaf atas ketidaknyamannya, bisakah kamu membantu ku?"

"Ya. Aku akan membawa barang bawaan anda. Tolong naiklah secara perlahan."

Dalam situasi seperti ini, lebih baik membawa barang bawaan secepat mungkin agar tidak menimbulkan keragu-raguan tambahan.

Setelah membawa semua tas sekaligus, aku berjalan menaiki tangga.

Begitu aku sampai di puncak, aku memeriksa nenek dan kemudian menuju rumahnya.

Setelah menunggu beberapa saat di pintu masuk, nenek akhirnya tiba.

"Maafkan aku karena membuatmu membawa semua ini."

"Tidak masalah, aku akan meninggalkannya disini. Lalu dengan ini..."

"Ah..."

Tentu saja aku sadar bahwa nenek akan mengatakan sesuatu, tetapi aku tidak ingin dia merasa berhutang apa pun kepadaku.

Bukannya aku tidak mau, tapi aku hanya membantunya karena semacam obsesi komplusif. (TLN: obsesi komplusif = bentuk gangguan kecemasan yang ditandai adanya suatu obsesi yang mendorong seseorang untuk melakukan aksi tertentu secara berulang (komplusi))

Tidak ada kebaikan yang terlibat.

Setelah itu, aku langsung menuruni tangga.

Ah... aku kupa memberi hormat... ya sudahlah...


Sebelumnya || Daftar Isi || Selanjutnya

Komentar